0leh : Fiqi Akhmad Fauzi
Menurut Zulkarnain dan Febriamansyah (dalam Cecep, 2011), kearifan lokal berupa cara-cara dan prinsip-prinsip tertentu yang dipahami, diaplikasikan, dan dianut oleh masyarakat lokal yang berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungannya dan dipadukan dalam bentuk sistem nilai dan norma adat. Dengan demikian kearifan lokal merupakan dinamika tradisional yang menjadi sebuah acuan dalam berperilaku dan telah dilakukan secara turun-temurun untuk memenuhi tantangan atau kebutuhan dalam kehidupan masyarakat.
Kearifan lokal juga diartikan sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menanggapi berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang meliputi unsur kehidupan yakni ilmu pengetahuan, teknologi, agama, bahasa, sosial, komunikasi, dan kesenian. Tentunya mereka mempunyai pemahaman atau ide untuk mengembangkan unsur kebutuhan dan solusi pemenuhannya dengan memperhatikan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. (Setyawati et al., 2014)
Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 mengatakan sebagai peristiwa yang mengancam dan megganggu kehidupan masyarakat baik oleh faktor alam maupun faktor kelalaian manusia sehingga mengakibatkan sesuatu yang berbeda dari yang biasanya, seperti kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda, timbulnya korban jiwa manusia dan dampak prikologis manusia. Salah satu pengelompokan bencana yaitu bencana alam, yang berarti jenis bencana yang disebabkan oleh alam seperti tanah longsor, banjir, gempa bumi, kekeringan, dan tsunami.
Bencana tentunya merugikan banyak pihak. Maka dari itu, diperlukanlah mitigasi atau penanggulangan. Mitigasi Bencana merupakan upaya yang meliputi kebijakan pembangunan yang berupa kegiatan pencegahan, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Mitigasi bencana bertujuan untuk (1) menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; (2) menghargai budaya lokal; (3) memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; (4) menciptakan perdamaian dalam kehidupan masyarakat; (5) membangun kesadaran masyarakat dalam menjaga sekitarnya (6) menjamin terselanggarakannya penanggulangan bencana secara terstruktur; dan (7) membangun kemitraan swasta.
Masyarakat Tradisional pada umumnya telah lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis. Salah satunya adalah Masyarakat Baduyyang berada di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak, propinsi Banten. Secara geografis, lokasi masyarakat Baduy ini terletak pada 6o 27'–6o 30' Lintang Utara (LU) dan 108o 3'–106o 4' Bujur Timur (BT) dengan luas sekitar 5.101,85 hektar (Cecep, 2011). Hingga saat ini Masyarakat Baduy masih terikat pada aturan adat yang sudah ada dari generasi lama hingga saat ini. Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Baduy yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan pencegahan terhadap bencana atau mitigasi bencana (Tamrin & Asrinaldi, 2015)
B. Bangunan Baduy sebagai mitigasi bencana
Salah satu upaya Masyarakat Baduy dalam meringankan ketakutan akan bencana alam adalah dengan mendirikan bangunan sederhana dengan menjunjung tinggi kearifan lingkungan. Bangunan Rumah Baduy umumnya berbentuk sama berupa rumah panggung sederhana dari bahan kayu, bambu, ijuk dan rumbia. Rumah panggung ini mempunyai ukuran yang hampir sama. Rumah Panggung berkaitan dengan kepercayaan bahwa rumah sebagai pusat yang memiliki kenetralan antara dunia bawah dan dunia atas. Rumah Panggung dibuat dengan tegakkan tiang diatas batu sebagai tiada kaitan dengan dunia bawah atau menyentuh tanah.
Pembangunan rumah tersebut tidak sembarang untuk dibangun, pastinya ada prosedur perijinan dari ketua adat, apakah lokasi pembangunan sudah cocok atau tidak. Bentuk arsitektur bangunan dibilang unik. Karena berdasarkan dengan kondisi lingkungan seperti (a) atap rumah yang terbuat dari daun kirey dan ijuk yang berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan kelembapan matahari; (b) dinding yang terbuat dari bambu anyaman untuk penyejuk ruangan; dan (c) tiang yang terbuat dari kayu mahoni agar tidak cepat roboh dan tahan akan bencana seperti tanah longsor dan gempa. Jika terjadi gempa, maka struktur rumah akan bergerak dinamis sehingga terhindar dari kerusakan atau kehancuran.
DAFTAR PUSTAKA
Cecep, R. dkk. (2011). PADA MASYARAKAT BADUY Local-wisdom of Disaster Mitigation on Baduy Abstract. Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy, 15(1), 67–76.
Setyawati, S., Respati, D., & Sumunar, S. (2014). KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY Suparmini , Sriadi Setyawati , Dyah Respati Suryo Sumunar. 2.
Tamrin, & Asrinaldi. (2015). International Conference on Malaysia-Indonesia Relations, 2015 (PAHMI 9). In Prospek Nagari Adat dalam Rezim UU Desa di Sumatera Barat terhadap Pembangunan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN (Vol. 2015, Issue Pahmi 9). https://www.academia.edu/download/48070927/Prosiding_PAHMI_2015.pdf#page=182