Perpustakaan Abdoel Moethalib Sangadji

NPP : 3171011E2000004, SMA Negeri 25 Jakarta : Dengan Membaca Kita Bisa

  • Beranda
  • Informasi
  • Berita
  • Bantuan
  • Literasi
  • e-Book
  • Struktur
  • Area Anggota
  • Pilih Bahasa :
    Bahasa Arab Bahasa Bengal Bahasa Brazil Portugis Bahasa Inggris Bahasa Spanyol Bahasa Jerman Bahasa Indonesia Bahasa Jepang Bahasa Melayu Bahasa Persia Bahasa Rusia Bahasa Thailand Bahasa Turki Bahasa Urdu

Pencarian berdasarkan :

SEMUA Pengarang Subjek ISBN/ISSN Pencarian Spesifik

Pencarian terakhir:

{{tmpObj[k].text}}

Demokrasi Liberal


Kehidupan Demokrasi Liberal

Oleh:  Rosalia Ananda

 

Perkembangan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan telah mengalami banyak perubahan baik secara konstitusi maupun sistem pemerintahan. Di Indonesia, terjadi beberapa kali perubahan sistem politik dan pemerintahan seperti demokrasi Pancasila, demokrasi konstitusional (demokrasi liberal), dan demokrasi terpimpin. Dari bentuk sistem politik tersebut, sempat terjadi masalah pada ketidakstabilan politik di Indonesia. Sistem politik itu ialah demokrasi liberal. Tahun 1950-1959, Indonesia menganut sistem demokrasi liberal dan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer.

 

Seperti yang diketahui Demokrasi Liberal (atau Demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam Demokrasi Liberal, keputusan keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.

 

Istilah Demokrasi Liberal mulai muncul dan di kenal setelah Perang Dunia Ke-II yang menjadikan dunia terbelah atas kutub Barat dan Timur. Kutub timur lebih merepresentatifkan komunisme , sedangkan kutub Barat diwakili oleh paham liberal dengan istilah demokrasi liberal. Demokrasi Liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat representasi warga negara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.

 

Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi liberal dengan konstitusi yang dipakai atas rakyat UU kebebasan berlandaskan republik. Amerika serikat sering dijadikan acuan keberhasilan demokrasi liberal oleh Negara-negara barat maupun Negara dunia ketiga yang baru menata kehidupan politiknya termasuk bagi Indonesia. Demokrasi liberal cukup berhasil di Amerika Serikat dimana kebebasan individu untuk mendapat tempat yang tinggi dikehidupan politik sehingga Negara tidak berhak mengatur dan membatasi kebebasan individu yang telah dilindungi oleh konstitusi.

 

Berawal dari pengakuan kedaulatan, Indonesia memasuki masa demokrasi Liberal. Masa demokrasi Liberal berlaku antara tahun 1949-1959, ditandai dengan tumbuh suburnya partai politik dan berlakunya kabinet parlementer. Demokrasi Liberal di Indonesia ditandai oleh prestasi politik dan kemelut politik. Prestasi politik berupa pemberlakuan system multipartai dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Kemelut politik berupa kabinet yang silih berganti dan perdebatan berkepanjangan dalam kontituante. Prestasi politik dan kemelut

 

politik merupakan hal yang terjadi pada masa demokrasi Liberal. Pada masa itu, untuk pertama kalinya dilaksanakan pemilu I yang dinilai banyak kalangan merupakan pemilu yang paling demokratis. Begitu juga pada masa itu sering terjadi pergantian kabinet.

 

Pada awal kemerdekaan, sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensial. Namun, pada 13 November 1945, pemerintah republik Indonesia mengeluarkan suatu maklumat politik yang memiliki tujuan pengakuan kedaulatan RI serta tumbuhnya partai politik di Indonesia. Maklumat tersebut disalahartikan sehingga terjadi perubahan sistem pemerintahan dari yang berupa sistem presidensial hingga menjadi sistem parlementer yang merupakan cikal bakal dari munculnya demokrasi liberal.

 

Sejatinya, hal yang melatarbelakangi berdirinya demokrasi liberal ialah Indonesia yang kala itu benar-benar terbebas dari gangguan Belanda berusaha memperbaiki jalan negaranya. Bentuk negara serikat kala itu dirasa tidak cocok dengan semangat persatuan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia kembali pada bentuk kesatuan pada tahun 1950. Demokrasi liberal sendiri merupakan bentuk pemerintahan Indonesia yang dipilih oleh para pendiri negara dengan mencontoh bentuk pemerintahan di negara-negara barat yang dirasa sukses menjalankan bentuk pemerintahan tersebut. Selain itu, adanya demokrasi liberal dilatarbelakangi oleh hal lain, yakni sistem pemerintahan tersebut mampu menciptakan partai politik yang bisa beradu pendapat dalam parlemen serta dapat menciptakan wujud demokrasi sesungguhnya, yakni dari rakyat, bagi rakyat, dan untuk rakyat.

 

Mulainya sistem pemerintahan demokrasi liberal memunculkan perkembangan politik yang ada di Indonesia. Hal yang menjadi sorotan pada sistem pemerintahan tersebut ialah banyaknya partai yang berdiri. Hal tersebut dikarenakan sistem kepartaian yang berlaku di Indonesia pada masa Demokrasi liberal adalah sistem Multipartai. Dasar hukum dari sistem kepartaian adalah maklumat pemerintah 3 November 1945. Melalui sistem ini, interaksi antara partai-partai di Indonesia mengalami dinamika yang sangat dinamis pada masa demokrasi liberal.

 

Berlakunya sistem multipartai berdampak pada meningkatnya jumlah partai politik di Indonesia. Politisi dari kalangan sipil banyak membentuk partai politik dengan ideologi dan pandangan kenegaraan yang bermacam-macam. Tercatat ada lebih dari 28 partai yang berdiri pada saat itu. Dari banyaknya partai, terdapat 4 partai besar yang mendapatkan perhatian besar dari kalangan rakyat yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia), NU (Nahdlatul Ulama), MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), dan PKI (Partai Komunis Indonesia).

 

Adapun kabinet-kabinet pada masa demokrasi liberal, yakni sebagai berikut:

 

  1. Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951;
  2. Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952;
  3. Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953;
  4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI) 1953-1955;
  5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956;
  6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-1957;
  7. Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959.

 

 

Pembentukan partai politik ini menurut Mohammad Hatta agar memudahkan dalam mengontrol perjuangan lebih lanjut. Pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat mengukur kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan. Namun pada kenyataannya partai-partai politik tersebut cenderung untuk memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-partai politik yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah.

 

Hal inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet, kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan terjadinya instabilitas nasional baik di bidang politik, sosial ekonomi dan keamanan. Kondisi inilah yang mendorong Presiden Soekarno mencari solusi untuk membangun kehidupan politik Indonesia yang akhirnya membawa Indonesia dari sistem demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin.

 

Meskipun maklumat keluar pada 3 november 1945, namun Pemilihan umum itu sendiri baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan pemilihan umum pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama yang dilakukan di Indonesia. Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak partai sehingga hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah menganut sistem kepartaian yang multi partai.

 

Sistem banyak partai/multipartai pada masa demokrasi liberal ternyata tidak dapat berjalan baik, hal ini dikarenakan :

 

  1. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik.
  2. Rapuhnya Koalisi antar partai sehingga sering terjadi pergolakan politik di parlemen.
  3. Peranan partai politik pada masa tersebut sudah menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak kondusif. Dimana setiap partai hanya mementingkan kepentingan partai sendiri tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa.
  4. Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri.

 

Selain dalam hal perpolitikan, bidang ekonomi merupakan salah satu yang menjadi topik permasalahan di masa Demokrasi Parlementer ini. Pasca proklamasi kemerdekaan, Indonesia masih mencari-cari sistem ekonomi yang tepat untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Meski Indonesia telah mempunyai konsep dasar ekonomi kerakyatan, namun realisasi dari konsep tersebut masih mengalami banyak hambatan. Pada masa Demokrasi Liberal (parlementer) tahun 1950-1955, ekonom-ekonom Indonesia mulai aktif dalam memberikan pemikiran sistem ekonomi nasional. Latar belakang kemunculan pemikiran ekonomi nasional berawal dari keinginan ahli ekonomi Indonesia untuk menghapuskan pengaruh ekonomi kolonial dari Indonesia.

 

Pemikiran ekonomi pada 1950an pada umumnya merupakan upaya mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem perekonomian kolonial yang cukup lama. Warisan ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah oleh para pemikir ekonomi nasional di setiap kabinet di era demokrasi parlementer.

 

Upaya membangkitkan perekonomian sudah dimulai sejak kabinet pertama di era demokrasi parlementer, Kabinet Natsir. Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan oleh Soemitro Djojohadikusumo. Ia

 

berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru. Soemitro mencoba mempraktikkan pemikirannya tersebut pada sektor perdagangan. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi nasional membutuhkan dukungan dari kelas ekonomi menengah pribumi yang kuat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus sesegera mungkin menumbuhkan kelas pengusaha pribumi, karena pengusaha pribumi pada umumnya bermodal lemah.

 

Oleh karena itu, pemerintah hendaknya membantu dan membimbing para pengusaha tersebut Sejarah Indonesia 71 dengan bimbingan konkret dan bantuan pemberian kredit. Jika usaha ini berhasil maka secara bertahap pengusaha pribumi akan dapat berkembang maju dan tujuan mengubah struktur ekonomi kolonial di bidang perdagangan akan berhasil. Gagasan Soemitro kemudian dituangkan dalam program Kabinet Natsir dalam wujud pencanangan Rencana Urgensi Perekonomian RUP yang sering disebut juga dengan Plan Soemitro.

 

Wujud dari RUP tersebut kemudian dicanangkan Program Benteng. Program ini antara lain mencadangkan impor barang-barang tertentu bagi kelompok bisnis pribumi, serta membuka kesempatan bagi para pedagang pribumi membangun basis modal di bawah perlindungan pemerintah. Selain tujuan tersebut, juga untuk menumbuhkan kaum pengusaha pribumi agar mampu bersaing dalam usaha dengan para pengusaha keturunan Cina dan asing lainnya.

 

Upaya yang dilakukan pemerintah adalah memberi peluang usaha sebesar- besarnya bagi pengusaha pribumi dengan bantuan kredit. Dengan upaya tersebut diharapkan akan tercipta kelas pengusaha pribumi yang mampu meningkatkan produktivitas barang dan modal domestik. Sayangnya dalam pelaksanaan muncul masalah karena dalam pelaksanaan Program Benteng, pemberian lisensi impor banyak yang disalahgunakan. Mereka yang menerima lisensi bukanlah orang- orang yang memiliki potensi kewiraswastaan yang tinggi, namun orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan kalangan birokrat yang berwenang mendistribusikan lisensi dan kredit.

 

Kondisi ini terjadi karena adanya pertimbangan-pertimbangan politik. Akibatnya, pengusaha-pengusaha yang masuk dalam Program Benteng lamban menjadi dewasa, bahkan ada yang menyalahgunakan maksud pemerintah tersebut untuk mencari keuntungan yang cepat dengan menjual lisensi impor yang dimilikinya kepada pengusaha impor yang sesungguhnya, yang kebanyakan

 

berasal dari keturunan Cina. Penyelewengan lain dalam pelaksanaan Politik Benteng adalah dengan cara mendaftarkan perusahaan yang sesungguhnya merupakan milik keturunan Cina dengan menggunakan nama orang Indonesia pribumi. Orang Indonesia hanya digunakan untuk memperoleh lisensi, pada kenyataannya yang menjalankan lisensi tersebut adalah perusahaan keturunan Cina. Perusahaan yang lahir dari kerja sama tersebut dikenal sebagai perusahaan “Ali-Baba. Ali mewakili Pribumi dan Baba mewakili warga keturuan Cina.

 

Usaha lain yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengusaha pribumi dilakukan melalui “Gerakan Asaat”. Gerakan Asaat memberikan perlindungan khusus bagi warga negara Indonesia Asli dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan dengan pengusaha asing pada umumnya dan warga keturuan Cina pada khususnya. Dukungan dari pemerintah terhadap gerakan ini terlihat dari pernyataan yang dikeluarkan pemerintah pada Oktober 1956 bahwa pemerintah akan memberikan lisensi khusus pada pengusaha pribumi. Ternyata kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi negatif yaitu muncul golongan yang membenci kalangan Cina. Bahkan reaksi ini sampai menimbulkan permusuhan dan pengrusakan terhadap toko-toko dan harta benda milik masyarakat Cina serta munculnya perkelahian antara masyarakat Cina dan masyarakat pribumi.

 

Pemerintah, selain melakukan upaya perbaikan jangka panjang, juga melakukan upaya perbaikan jangka pendek untuk menguatkan perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi deisit anggaran. Untuk itu pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong uang dengan memberlakukan nilai setengahnya untuk mata uang yang mempunyai nominal Rp2,50 ke atas. Kebijakan ini dikenal dengan istilah Gunting Syafrudin.

 

Upaya pembangunan ekonomi nasional juga diwujudkan melalui program pembangunan rencana lima tahun, 1956-1960, yang disiapkan oleh Biro Perancang Nasional BPN. Program ini pertama kali dijalankan pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Program Pembangunan Rencana Lima Tahun berbeda dengan RUP yang lebih umum sifatnya. Program Rencana Lima Tahun lebih bersifat teknis dan terinci serta mencakup prioritas-prioritas proyek yang paling rendah. Tujuan dari Rencana Lima Tahun adalah mendorong munculnya industri besar, munculnya perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan jasa

 

pada sektor publik yang hasilnya diharapkan mampu mendorong penanaman modal dalam sektor swasta.

 

Sejarah Indonesia pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Nasionalisasi ini berupa tindakan pencabutan hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah Republik Indonesia. Pengalihan hak milik modal asing sudah dilakukan sejak pengakuan kedaulatan pada tahun 1949. Hal ini terkait dengan hasil KMB yang belum terselesaikan, yaitu kasus Irian Barat yang janjinya satu tahun setelah berakhirnya KMB akan dibicarakan kembali, namun tidak dilaksanakan sehingga pemerintah Indonesia pada masa itu mengambil kebijakan untuk melakukan nasionalisasi perusahaan Belanda.

 

Sejak tahun 1957 nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap; pertama, tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan atau sering disebut “di bawah pengawasan”. Kedua, pemerintah mulai mengambil kebijakan yang pasti, yakni perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan. Tahap ini dimulai pada Desember 1958 dengan dikeluarkannya UU tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia.

 

Dengan banyaknya kekacauan dan permasalahan yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal, mulai dari kekacauan politik yang ada pada masa demokrasi liberal membuat, kabinet telah mengalami jatuh bangun, karena munculnya mosi tidak percaya dari partai relawan. Sehingga banyak terjadi perdebatan dalam konstituante, yang sering menimbulkan suatu konflik berkepanjangan, yang menghambat upaya pembangunan. Selain itu, penetapan dasar negara merupakan masalah utama yang dihadapi konstituante.

 

Atas kondisi tersebut, kemudian pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit. Dekrit Presiden yang dilekuarkan pada 5 Juli 1959, mengungkapkan bahwa tidak diberlakukannya lagi UUDS tahun 1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan demokrasi liberal berakhir di Indonesia. Berakhirnya masa ini merupakan awal mula sistem Presidensil, dengan demokrasi terpimpin ala Soekarno. Diberlakukannya pemerintahan demokrasi terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik di Indonesia, setelah keadaan pemerintahan yang tidak stabil pada saat demokrasi liberal.

Perpustakaan Abdoel Moethalib Sangadji
  • Informasi
  • Layanan
  • Pustakawan
  • Area Anggota

Tentang Kami

Perpustakaan SMAN 25 Jakarta adalah salah satu perpustakaan sekolah yang berlokasi di Jakarta Pusat dengan tujuan memberikan layanan informasi yang memuaskan kepada penggunanya dan menunjang pencapaian visi dan misi sekolah.Untuk pencapaian tujuan, perpustakaan sekolah kami menjadikan perpustakaan sebagai salah satu pusat sumber balajar dan bagian intergral dari pendidikan di sekolah bersama-sama dengan sumber belajar lainnya bertujuan mendukung proses kegiatan belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan sekolah. Untuk itu, perpustakaan SMAN 25 Jakarta berusaha memberikan layanan perpustakaan yang optimal dalam memenuhi kebutuhan informasi bagi penggunanya. 

Cari

masukkan satu atau lebih kata kunci dari judul, pengarang, atau subjek

Donasi untuk SLiMS Kontribusi untuk SLiMS?

© 2025 — Senayan Developer Community

Ditenagai oleh SLiMS
Pilih subjek yang menarik bagi Anda
  • Karya Umum
  • Filsafat
  • Agama
  • Ilmu-ilmu Sosial
  • Bahasa
  • Ilmu-ilmu Murni
  • Ilmu-ilmu Terapan
  • Kesenian, Hiburan, dan Olahraga
  • Kesusastraan
  • Geografi dan Sejarah
Icons made by Freepik from www.flaticon.com
Pencarian Spesifik
Kemana ingin Anda bagikan?